Ilustrasi public speaking | Foto: Freepik |
Dua sisi dampak public speaking
Aktif dalam dunia komunitas sejak pertengahan 2019 lalu, aku kerap mengikuti event baik online maupun offline. Sebagai seorang peserta, ada kalanya fokus terpecah saat seminar berlangsung.
Penyebabnya banyak, teman di sebelah yang ngajak ngobrol, kebelet ke toilet, chat masuk yang sepertinya penting sekali untuk segera dibalas, story sosial media yang tampaknya menarik untuk dipandangi, materi yang terlalu berat dipahami, hingga kurangnya kemampuan pembicara dalam menarik perhatian audiencenya jadi salah satu pemicu hilangnya fokus pada pembicara.
5 tahun berlalu, setelah menjadi peserta seminar ratusan kali, tahun 2024, sepertinya semesta memberikan peluang padaku dengan menukar bangku. Posisiku di depan; sekali bercerita di podcast dengan Ka Ani Berta, beberapa kali memandu acara dan sekali mengisi materi yang masih berkaitan dengan pekerjaan yang kini kulakoni.
Saat berdiri di depan sebagai seorang pembicara, ternyata tindakan-tindakan kecil yang kulakukan ketika menjadi peserta di sebuah seminar, membawa dampak yang cukup serius pada pemateri.
Entah fokusnya yang terpecah, entah tiba-tiba freezing di tengah-tengah pemaparan, atau jadi gugup kala menatap dalam-dalam aktivitas para peserta yang sibuk sendiri seolah tidak memberi perhatian pada pemateri.
Sore itu, di depan ruang perpustakaan Kemendikdasmen, usai memberikan pemaparan, dengan hujan deras ditemani angin, aku kemudian menyadari bahwa dampak dari public speaking memiliki dua sisi yang sangat kuat dan keduanya saling berkorelasi.
Dua variabel berbeda yang saling menunjukkan powernya. Kekuatan yang paling besar adalah ia yang berhasil mendapatkan perhatian. Dan sebisa mungkin, power ini mestinya dipegang kuat oleh pembicara atau ia yang mengambil kendali audience di depan sana, agar perhatian, pesan, informasi, dan wawasan yang ingin dipaparkan, tersampaikan dengan baik.
Belajar public speaking dengan ISB dan Rahma Alia
Belajar public speaking dengan Rahmah Alia dan ISB | Foto: ISB |
Bicara soal kemampuan mendapatkan atensi dari audience, seorang MC, Moderator, hingga Pembicara terkait, sebaiknya memang memiliki kemampuan public speaking.
Mengutip dari Webster's Third International Dictionary, public speaking adalah sebuah seni dari proses penyampaian pidato di depan publik dan seni dari ilmu komunikasi lisan secara efektif dengan melibatkan audience.
Kemampuan ini dibutuhkan untuk tampil prima saat berbicara di depan banyak orang. Prima bukan hanya dari sisi penampilan fisik, namun juga performa saat berbicara.
Masalahnya adalah, setiap orang bisa berbicara namun tak semua orang memiliki kemampuan menyampaikan dengan runut dan efektif pesan dan informasi yang ingin disampaikannya pada orang lain terutama ketika harus menjelaskan di depan khalayak.
Tantangannya cukup banyak; mulai dari kurangnya persiapan, takut salah, belum memiliki pengalaman, mental yang tidak siap, rasa gugup dan cemas yang tiba-tiba menyerang hingga kekhawatiran tidak mampu menarik atensi audience.
Begitu pentingnya, pada Februari tahun 2023, portal berita BeritaSatu.com pernah merilis berita bahwa kemampuan berbicara di depan umum ini jadi salah satu skill yang luput dikuasai generasi muda.
Kabar baiknya adalah, ternyata kemampuan public speaking bukanlah sesuatu yang datang atau dikuasai dari lahir. Kemampuan ini bisa ditingkatkan dengan banyak berlatih, berani mencoba dan siap mengambil risiko menghadapi pengalaman pertama yang mungkin akan sangat tidak nyaman untuk dikenang.
Beruntung, sebagai seorang member Indonesian Social Blogpreneuer (ISB) yang digawangi Teh Liswanti, Mba Riri, Mas Ardan dan Ka Ani Berta selaku foundernya, saya dan sejumlah member ISB lain mendapatkan kesempatan belajar public speaking dengan Mba Rahma Alia, seorang Abang None Jakarta, Jurnalis sekaligus Pewara Berita yang pengalaman public speakingnya sudah sangat mumpuni.
Manfaat menguasai public speaking
Sebagai pembaca, Anda mungkin bertanya-tanya, apa juga urusannya seorang Blogger belajar public speaking? Apa pentingnya kemampuan ini bagi Blogger?
Blog adalah sebuah wadah berkarya bagi seorang blogger. Tulisan-tulisan ini, selain bisa melegakan perasaan, belakangan ramai juga dijadikan sebagai side job yang cuannya lumayan kencang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Ngga heran jika saat ini Blogger juga banyak dipercaya untuk memberikan pelatihan seputar kemampuannya, apakah itu soal mengoperasikan blog, tahapan menghasilkan artikel yang baik, berbagi pemahaman soal SEO, bagaimana teknik menghasilkan foto atau video yang baik jadi topik-topik menarik yang ternyata banyak diburu orang untuk ditiru dan diterapkan.
Bila Anda yang membaca artikel ini adalah seorang Blogger dan belum tiba di titik tersebut, keep going! Timeline setiap orang berbeda.
Bila dipercaya menghasilkan sebuah tulisan, selalu berikan 100% kemampuanmu di dalamnya bukan hanya sekedar menyelesaikan tanggungjawab saja. Sebab karya itulah yang nantinya dijadikan acuan dan contoh portofolio untuk menunjukkan layak tidaknya Anda menjelaskan materi terkait.
Seperti kata orang bijak "sedia payung sebelum hujan."
Tidak ada salahnya melatih dan mempersiapkan diri soal public speaking sejak dini, jika nanti tiba waktunya kesempatan untuk menjadi seorang pemateri itu datang, elaborasi pemahaman teknis dan kemampuan public speaking Anda yang mumpuni akan jadi dua senjata ampuh untuk menyelesaikan tanggungjawab tersebut dengan sebaik-baiknya.
So balik lagi ke sub judul di atas, apa sih manfaat menguasai public speaking?
Dikutip dari thespeakingcoach.co.nz, ada setidaknya 7 manfaat mempelajari kemampuan ini, yakni percaya diri, memiliki kemampuan berbicara yang baik, leadership skill, critical thinking skill, persuasion skill, networking opportunities, professional visibility, serta video communication.
Crossrivertherapy.com menyebutkan 77% populasi di Bumi ketakutan berbicara di depan umum yang artinya lebih dari 200jt orang merasa gugup saat berbicara dengan orang lain.
Dan jika Anda perhatikan, mereka yang menguasai pasar dunia, selain memahami target pasarnya, umumnya juga memiliki kemampuan berbicara yang sangat baik.
Meracik public speaking ala Rahma Alia
Sama seperti kebanyakan orang, public speaking itu memang terasa berat dan mendebarkan. Tapi sebagaimana yang sudah disampaikan tadi, ternyata kemampuan ini bisa bertumbuh seiring dengan latihan dan praktik rutin.
Berdasarkan pemaparan Mba Alia kemarin, ada setidaknya 2 hal yang harus dipersiapkan dalam meracik public speaking yang ciamik, yakni verbal dan non-verbal.
Semakin baik persiapan setiap poinnya, semakin baik pula public speaking yang dihasilkan.
Kita bahas satu per satu.
Persiapan verbal
- Pace - Kontrol kecepatan saat berbicara. Jangan terlalu terburu-buru, jangan pula terlalu lambat.
- Articulation - Perhatikan artikulasi. Lafalkan setiap kata dengan jelas, tegas namun tetap dengan cara penyampaian yang santai
- Pitch - Perhatikan Pitch saat berbicara. Umumnya, hal-hal baik akan disampaikan dengan pitch yang tinggi sedangkan hal hal yang buruk biasanya akan dimulai dengan pitch rendah.
- Accentuation - Berikan penekanan dalam suara saat menyampaikan materi. Tidak perlu di setiap kata, namun berikan tekanan suara yang menunjukkan bahwa informasi atau data tersebut layak untuk digarisbawahi audience.
- Volume - Perhatikan serta sesuaikan volume suara dengan kondisi ruangan dan jumlah audience. Tinggikan volume suara jika berada dalam ruangan besar dengan ribuan audience di dalamnya. Berikan suara normal jika jumlah audience dan ruangan tidak terlalu besar.
- Intonation - Sesuaikan intonasi dengan data dan informasi yang disampaikan agar suara tidak monoton sepanjang pemaparan materi berlangsung.
- Pronounciation - Ucapkan setiap kata dengan jelas untuk mengurangi salah paham pada pendengar. Mengucapkan kata dengan jelas juga menjadi salah satu upaya menunjukkan rasa percaya diri seorang public speaker di depan audiencenya.
- Pause - Berhentilah sejenak, berikan jeda untuk menarik kembali atensi audience jika diperlukan.
Persiapan non-verbal
Menurut Mba Alia, rupanya peserta tidak hanya memperhatikan materi yang akan disampaikan oleh pembicara saja. Jika dibuat dalam persentase, bahasan yang disampaikan hanya masuk dalam 7% atensi audience.
Sementara penampilan berada di posisi pertama yakni sebanyak 58% yang akan jadi perhatian peserta, sementara intonasi suara dan cara penyampaian berjumlah 38%.
Untuk itu, seorang public speaker tidak cukup hanya hadir dengan persiapan materi semata, penting pula memberikan perhatian terhadap penampilan seutuhnya from head to toe.
Ini bukan soal outfit mahal, namun pemilihan outfit yang eye catching, nyaman digunakan, dan dapat meningkatkan rasa percaya diri saat tampil di depan.
Meski demikian, di atas segala persiapan baik verbal maupun non-verbal, tetaplah tampil nyaman sebagai diri sendiri dan jangan berusaha menjadi orang lain.
Mengontrol gugup dan demam panggung saat public speaking
Pengalaman perdana jadi pemateri | Foto: Dokpri - Efa Butar butar |
Saat saya dipercaya menjadi pembicara pada Desember lalu, meskipun telah mempersiapkan diri sebaik mungkin, tetap timbul rasa gugup dan demam panggung yang menyerang. Dan itu ternyata manusiawi terjadi, terutama bagi yang pertama kali mengalami seperti saya ini.
Ada satu pikiran salah yang singgah dalam benak saya kala menjejakkan kaki di lokasi dan bertemu dengan para audience pertama kali; "I am to young for this!"
Aku sempat merasa kecil di tengah para ibu yang ingin belajar itu. Aku sempat merasa minder dan berpikiran "bagaimana jika para ibu ternyata ini sudah lebih paham dan mereka ternyata tidak begitu butuh dengan ilmu yang akan saya sampaikan?" "Bagaimana jika mereka tidak ingin mendengarkan saya karena usia saya lebih muda?" Dan sederet pertanyaan parno lainnya di dalam benak saya.
Dan sejujurnya, pertanyaan-pertanyaan itu sangat menyiksa.
Ironinya, ternyata pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya muncul di benak, menakut-nakuti diri dan rupanya tidak terjadi!
Pikiran ini sempat bikin saya freezing di tengah-tengah pemaparan. Spasi yang sebenarnya tidak sampai 15 detik, namun rasanya lama sekali dan bagi saya yang baru pertama kali menjejakkan kaki sebagai seorang pembicara, itu hal yang memalukan!
Anda tahu, nyatanya setelah itu para peserta antusias dengan pemaparan yang saya sampaikan. Untungnya saya juga menyelipkan teknis-teknis kecil yang mau tidak mau memaksa audience untuk langsung ekskusi.
Sebagian dari mereka memang terlihat pro, beruntungnya sebagian lagi memang membutuhkan informasi tersebut dan langsung eksekusi pula di detik yang sama.
Pergerakan ini membuat saya tenang, senang, sekaligus sangat lega. Lega karena ternyata informasi yang saya sampaikan memang dibutuhkan. Lega karena ternyata sedikit gugup yang saya alami di tengah-tengah pemaparan tadi nyatanya tidak memberikan jarak antara saya dengan audience.
Untuk itu, alih-alih terdistract dengan peserta yang tidak memberikan atensi - mungkin karena sudah memahami teknis yang saya sampaikan - saya lebih fokus dengan mereka yang benar-benar membutuhkan informasi tersebut. Bertanya, dan memastikan langkah yang mereka lakukan sudah benar atau belum.
Saya mau sampaikan kembali, ternyata informasi yang sudah saya rangkum dalam presentasi siang hari itu, dibutuhkan oleh sejumlah ibu yang sungguh-sungguh memberikan dan membuka hatinya untuk belajar.
Lebih bahagia lagi karena ternyata ada peserta yang mempraktikkan materi tersebut beberapa minggu setelah seminar berlangsung. Bahkan saat menuliskan artikel ini, masih timbul rasa bahagia membayangkan materi yang saya sampaikan diapresiasi oleh peserta lewat praktiknya.
Kembali tentang freezing yang saya hadapi saat presentasi. Anda mungkin penasaran, apa tindakan yang saya lakukan untuk mengembalikan kondisi kembali ke keadaan semula?
Percayalah, meski ini terdengar omong kosong, tapi nyatanya saya memang hanya melakukan itu; menarik nafas dalam-dalam dan berbisik pada diri sendiri "Na, you got this! Ayo kita beresin dengan baik, yas."
And thats all. Tiba-tiba saja keadaan rasanya menjadi lebih baik. Pemaparan saya yang sebelumnya rada cepat, jadi lebih terkontrol, disampaikan dengan tenang, dan power yang menunjukkan "ini materi gue, dengerin gue dan gue yakin lo butuh ini, Bu."
Saat mengikuti webinar dengan ISB dan Mba Rahma Alia kemarin, saya menyadari bahwa langkah yang saya ambil saat freezing di depan ternyata sudah langkah paling tepat.
Menurut Mba Alia, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menghilangkan grogi bagi seorang public speaker yaitu positive intention, preparation, pray, breath, control, dan smile.
Membulatkan tujuan bahwa seorang public speaker adalah memberi kebaikan bagi orang lain mestinya sudah bisa menjadi sebuah pegangan yang baik pula untuk memulai materi di depan.
Terlepas dari setiap persiapan yang sudah dilakukan, Anda juga harus bisa menerima bahwa tujuan kehadiran seorang peserta tidak melulu untuk mendengarkan informasi baru.
Saya juga memiliki pengalaman ketika mengikuti sebuah webinar di era Covid-19 dengan ISB, saat itu ada satu peserta yang frontal mengatakan bahwa ia kecewa dengan webinar yang diikutinya sebab goodiebagnya hanya sebuah tumbler dan ini cukup mengejutkan.
Untuk itu, alih-alih mengijinkan fokus diri terpecah karena satu dua peserta yang tidak memberikan atensi meski sudah menyajikan performa terbaik, fokuslah pada peserta yang memang sejak awal tujuannya adalah membawa pulang ilmu baru dari pemateri yang ada di hadapannya dan jangan biarkan pikiran-pikiran negatif mengganggu performa Anda.
0 Comments